Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri
Hari ini Selasa, 30 Juli 2024 beberapa sekolah di Pulau Lombok diundang oleh Kepala Balai Teknologi Informasi dan Data Pendidikan (BTIDP) untuk hadir di Hotel Aston, Mataram. Salah satunya adalah SMAN 3 Mataram. Masing-masing sekolah diminta mengirimkan 2 sampai dengan 3 guru untuk mengikuti kegiatan Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM) yang diadakan oleh Lembaga Sensor Film Republik Indonesia bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan diawali dengan sambutan dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diwakili oleh Kepala BTIDP yaitu Bapak Agus Siswoaji Utomo, S.Pd. Dalam sambutannya Bapak yang akrab disapa dengan Pak Siswo ini menyampaikan tentang pentingnya untuk membekali siswa dengan kemampuan digital skills, digital culture, digital etic dan digital safety. Pak Siswo, yang juga merupakan salah satu pengurus komite SMAN 3 Mataram ini menekankan bahwa yang harus dikawal terutama adalah digital etic, karena hal ini berkaitan dengan tontonan seperti apa yang boleh atau tidak boleh ditonton oleh siswa. Begitu juga dengan digital culture yang seharusnya menjadi nyawa dari suatu tontonan, karena budaya yang baik akan menghasilkan tontonan yang baik.
Kegiatan sosialisasi ini dibuka oleh Bapak Dr. Ahmad Yani Basuki, Ketua Komisi II Bidang Pemantauan, Hukum, dan Advokasi Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia. Dalam sambutannya sebelum membuka kegiatan, beliau juga menyampaikan ada sedikit kekhawatiran terkait dengan budaya menonton. Kekhawatiran beliau yaitu tontonan dapat melunturkan budaya baca. Beliau menyampaikan data terkait minat baca anak usia sekolah sebesar 0,001. Artinya 1 : 1000, hanya ada 1 siswa yang senang membaca dari 1000 siswa. Dan Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara di Asia.
Hadir sebagai narasumber adalah Pak Joseph Samuel Krishna AA, S.H. dan Pak Fathur Rachman, M.Pd. Beliau berdua menyampaikan pentingnya bijak untuk memilih media/tontonan. Terdapat 6 jenis kategori tayangan yang sering kita lihat di layar Televisi dengan berbagai simbol. Simbol SU artinya tayangan ini boleh ditonton untuk semua kalangan di atas usia 2 tahun; P (pra sekolah), usia 2-8 tahun; A , anak usia 7-12 tahun; R, remaja usia 13-17 tahun; D, remaja 18 tahun ke atas dan orang dewasa; dan BO artinya adalah harus dengan bimbingan orang tua.
Narasumber juga menyampaikan bahwa masyarakat harus bijak memilih tontonan. Sebagai orang dewasa, orangtua harus melakukan pembatasan tontonan untuk putra putrinya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu dari perwujudan untuk melakukan sensor secara mandiri. Orang dewasa diminta untuk berperan aktif dalam melakukan pemilihan jenis tontonan. Pesan yang diberikan kepada konten kreator agar membuat konten positif yang bermanfaat untuk masyarakat.
Kegiatan ini sangat bagus dan bermanfaat. Kedepannya perlu dibuat kegiatan serupa yang dampaknya lebih menyeluruh lagi, terutama untuk generasi muda agar bijak memilih tontonan. (EN & PS)
Komentar
Jadilah yang pertama berkomentar di sini